KENAKALAN REMAJA SEBAGAI PERILAKU MENYIMPANG HUBUNGANNYA DENGAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL KELUARGA
Kasus Di Pondok Pinang Pinggiran Kota Metropolitan Jakarta
Masngudin HMS
Abstrak
Masalah sosial yang dikategorikan dalam perilaku menyimpang diantaranya adalah kenakalan remaja. Untuk mengetahui tentang latar belakang kenakalan remaja dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual, individu sebagai satuan pengamatan sekaligus sumber masalah. Untuk pendekatan sistem, individu sebagai satuan pengamatan sedangkan sistem sebagai sumber masalah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa ternyata ada hubungan negative antara kenakalan remaja dengan keberfungsian keluarga. Artinya semakin meningkatnya keberfungsian sosial sebuah keluarga dalam melaksanakan tugas kehidupan, peranan, dan fungsinya maka akan semakin rendah tingkat kenakalan anak-anaknya atau kualitas kenakalannya semakin rendah. Di samping itu penggunaan waktu luang yang tidak terarah merupakan sebab yang sangat dominan bagi remaja untuk melakukan perilaku menyimpang.
I. PENDAHULUAN
Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang.
Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988,26), mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang.
Masalah sosial perilaku menyimpang dalam tulisan tentang “Kenakalan Remaja” bisa melalui pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual melalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan sosialisasi, perilaku akan diidentifikasi sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati belajar sosial (sosialisasi). Tentang perilaku disorder di kalangan anak dan remaja (Kauffman , 1989 : 6) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya. Ketidak berhasilan belajar sosial atau “kesalahan” dalam berinteraksi dari transaksi sosial tersebut dapat termanifestasikan dalam beberapa hal.
Proses sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap. Salah satu variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi tindakan kriminal oleh karena lokasi tersebut mempunyai karakteristik tertentu, misalnya (Eitzen, 1986 : 400), mengatakan tingkat kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota pada umumnya berada pada bagian wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan di bawah standar, overcrowding, derajat kesehatan rendah dari kondisi serta komposisi penduduk yang tidak stabil. Penelitian inipun dilakukan di daerah pinggiran kota yaitu di Pondok Pinang Jakarta Selatan tampak ciri-ciri seperti disebutkan Eitzen diatas. Sutherland dalam (Eitzen,1986) beranggapan bahwa seorang belajar untuk menjadi kriminal melalui interaksi. Apabila lingkungan interaksi cenderung devian, maka seseorang akan mempunyai kemungkinan besar untuk belajar tentang teknik dan nilai-nilai devian yang pada gilirannya akan memungkinkan untuk menumbuhkan tindakan kriminal.
Mengenai pendekatan sistem, yaitu perilaku individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari sistem sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber masalah. Dikatakan oleh (Eitzen, 1986:10) bahwa seorang dapat menjadi buruk/jelek oleh karena hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pada masyarakat yang mengalami gejala disorganisasi sosial, norma dan nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilaku. Di dalam masyarakat yang disorganisasi sosial, seringkali yang terjadi bukan sekedar ketidak pastian dan surutnya kekuatan mengikat norma sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidak memperoleh sanksi sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar.
II. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengidentifkasi dan memberikan gambaran bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan remaja di pinggiran kota metropolitan Jakarta, yaitu di kelurahan
Pondok Pinang.
2. Untuk mengetahui hubungaanan aaantara kenakalan remaja dengan keberfungsian sosial keluarga
3. Penelitian ini ingin memberikan sumbangan bagi pemecahan masalah kenakalan remaja dengan memanfaatkan keluarga sebagai basis dalam pemecahan masalah.
III. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Pemilihan metode ini karena penelitian yang dilakukan ingin mempelajari masalah-masalah dalam suatu masyarakat, juga hubungan antar fenomena, dan membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian yang ada.
Cara pemilihan sampel yang dilakukan pertama memilih wilayah yang mempunyai kategori miskin, dengan cara melihat kondisi mereka yang perumahannya di bawah standar, dengan kondisi penduduk yang sangat padat, lingkungan yang tidak teratur dan perkiraan tingkat kesehatan masyarakatnya yang buruk. Setelah itu konsultasi dengan ketua RW dan ketua-ketua RT untuk mencari informasi tentang warganya yang dianggap telah melakukan kenakalan, dengan perspektif labeling. Dari informasi tersebut data pada tiga RT. Berdasarkan data tersebut kita jadikan populasi dengan jumlah 40 remaja dan keluarga yang akan dijadikan unit dalam analisis. Dari jumlah tersebut dibuat listing dan tiap RT diambil 10 sampel (remaja dan keluarga) sehingga mendapat 30 responden. Pengambilan sample ini dengan cara random.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dipandu dengan daftar pertanyaan.
Responden remaja dalam penelitian ini ditentukan bagi mereka yang berusia 13 tahun-21 tahun. Mengingat pengertian anak dalam Undang-undang no 4 tahun 1979 anak adalah mereka yang berumur sampai 21 tahun. Dengan pertimbangan pada usia tersebut, terdapat berbagai masalah dan krisis diantaranya; krisis identitas, kecanduan narkotik, kenakalan, tidak dapat menyesuaikan diri di sekolah, konflik mental dan terlibat kejahatan (lihat transaksi individu-individu dan keluarga-keluarga dengan sistem kesejahteraan sosial).
IV. KERANGKA KONSEP
1. Konsep Kenakalan Remaja
Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Kartini Kartono (1988 : 93) mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan”. Dalam Bakolak inpres no: 6 / 1977 buku pedoman 8, dikatakan bahwa kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku / tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Singgih D. Gumarso (1988 : 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum ; (2) kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa. Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan ; (1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit (2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin (3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll. Kategori di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja dalam penelitian.
Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang, pernah dijelaskan dalam pemikiran Emile Durkheim (dalam Soerjono Soekanto, 1985 : 73). Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal dalam bukunya “ Rules of Sociological Method” dalam batas-batas tertentu kenakalan adalah normal karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku nakal/jahat yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.
2. Keberfungsian sosial
Istilah keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang dipakai oleh individu akan kolektivitas seperti keluarga dalam bertingkah laku agar dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupannya serta dapat memenuhi kebutuhannya. Juga dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dianggap penting dan pokok bagi penampilan beberapa peranan sosial tertentu yang harus dilaksanakan oleh setiap individu sebagai konsekuensi dari keanggotaannya dalam masyarakat. Penampilan dianggap efektif diantarannya jika suatu keluarga mampu melaksanakan tugas-tugasnya, menurut (Achlis, 1992) keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi social tertentu berupa adanya rintangan dan hambatan dalam mewujudkan nilai dirinnya mencapai kebutuhan hidupnya.
Keberfungsian sosial kelurga mengandung pengertian pertukaran dan kesinambungan, serta adaptasi resprokal antara keluarga dengan anggotannya, dengan lingkungannya, dan dengan tetangganya dll. Kemampuan berfungsi social secara positif dan adaptif bagi sebuah keluarga salah satunnya jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya terutama dalam sosialisasi terhadap anggota keluarganya.
V. HASIL PENELITAN
A. Bentuk Kenakalan Yang Dilakukan Responden
Berdasarkan data di lapangan dapat disajikan hasil penelitian tentang kenakalan remaja sebagai salah satu perilaku menyimpang hubungannya dengan keberfungsian sosial keluarga di Pondok Pinang pinggiran kota metropolitan Jakarta. Adapun ukuran yang digunakan untuk mengetahui kenakalan seperti yang disebutkan dalam kerangka konsep yaitu (1) kenakalan biasa (2) Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan dan (3) Kenakalan Khusus. Responden dalam penelitian ini berjumlah 30 responden, dengan jenis kelamin laki-laki 27 responden, dan perempuan 3 responden. Mereka berumur antara 13 tahun-21 tahun. Terbanyak mereka yang berumur antara 18 tahun-21 tahun.
Bentuk Kenakalan Remaja Yang Dilakukan Responden (n=30)
Bentuk Kenakalan
f %
1. Berbohong
2. Pergi keluar rumah tanpa pamit
3. Keluyuran
4. Begadang
5. membolos sekolah
6. Berkelahi dengan teman
7. Berkelahi antar sekolah
8. Buang sampah sembarangan
9. membaca buku porno
10. melihat gambar porno
11. menontin film porno
12. Mengendarai kendaraan bermotor tanpa SIM
13. Kebut-kebutan/mengebut
14. Minum-minuman keras
15. Kumpul kebo
16. Hubungan sex diluar nikah
17. Mencuri
18. Mencopet
19. Menodong
20. Menggugurkan Kandungan
21. Memperkosa
22. Berjudi
23. Menyalahgunakan narkotika
24. Membunuh
30
30
28
26
7
17
2
10
5
7
5
21
19
25
5
12
14
8
3
2
1
10
22
1 100
100
93,3
98,7
23,3
56,7
6,7
33,3
16,7
23,3
16,7
70,0
63,3
83,3
16,7
40,0
46,7
26,7
10,0
6,7
3,3
33,3
73,3
3,3
Bahwa seluruh responden pernah melakukan kenakalan, terutama pada tingkat kenakalan biasa seperti berbohong, pergi ke luar rumah tanpa pamit pada orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, membuang sampah sembarangan dan jenis kenakalan biasa lainnya. Pada tingkat kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai kendaraan tanpa SIM, kebut-kebutan, mencuri,minum-minuman keras, juga cukup banyak dilakukan oleh responden. Bahkan pada kenakalan khususpun banyak dilakukan oleh responden seperti hubungan seks di luar nikah, menyalahgunakan narkotika, kasus pembunuhan, pemerkosaan, serta menggugurkan kandungan walaupun kecil persentasenya. Terdapat cukup banyak dari mereka yangkumpul kebo. Keadaan yang demikian cukup memprihatinkan. Kalau hal ini tidak segera ditanggulangi akan membahayakan baik bagi pelaku, keluarga, maupun masyarakat. Karena dapat menimbulkan masalah sosial di kemudian hari yang semakin kompleks.
B. Hubungan Antara Variabel Independen dan Dependen
a. Hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kenakalan
Salah satu hubungan variabel yang disajikan disini adalah hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kenakalan. Hal ini untuk mengetahui apakah anak laki-laki lebih nakal dari anak perempuan atau probalitasnya sama. Berdasarkan tabel hubungan diperoleh data sebagai berikut; Anak laki-laki yang melakukan kenakalan biasa 3 responden (10%), kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan 2 responden, dan kenakalan khusus 22 responden (73,3%). Sedangkan anak perempuan yang melakukan kenakalan biasa 2 responden (2,7%) dan kenakalan khusus 1 responden (3,3%). Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar yang melakukan kenakalan khusus adalah anak laki-laki (73,3%), namun terdapat juga anak perempuannya. Kalau dibandingkan diantara 27 responden anak laki-laki 22 responden (81,5%) diantaranya melakukan kenakalan khusus, sedangkan dari 3 responden perempuan 1 responden (33,3%) yang melakukan kenakalan khusus, berarti probababilitas anak laki-laki lebih besar kecenderungannya untuk melakukan kenakalan khusus. Demikian juga yang melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, anak perempuan tidak ada yang melakukannya. Dengan demikian maka anak laki-laki kecenderungannya akan melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan lebih dibandingkan dengan anak perempuan.
b. Hubungan antara pekerjaan responden dengan tingkat kenakalan yang dilakukan
Berdasarkan data yang ada, pekerjaan responden adalah sebagai pelajar dan tidak bekerja (menganggur) masing-masing 13 responden (43,3%), sebagai buruh dan berdagang masing-masing 2 responden (6,7%). Dari tabel korelasi persebaran datanya sebagai berikut; Pelajar yang melakukan kenakalan biasa 5 responden (16,7%), kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan 2 responden (6,7%), dan kenakalan khusus 6 responden (20%) . Sedangkan mereka yang tidak bekerja (menganggur) semuanya 13 responden melakukan kenakalan khusus, juga mereka yang bekerja sebagai pedagang dan buruh semuanya melakukan kenakalan khusus. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kecenderungan untuk melakukan kenakalan khusus ataupun jenis kenakalan lainnya adalah mereka yang tidak sibuk, atau banyak waktu luang yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan positif.
2. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kenakalan yang dilakukan
Seharusnya semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin rendah melakukan kenakalan. Sebab dengan pendidikan yang semakin tinggi, nalarnya semakin baik. Artinya mereka tahu aturan-aturan ataupun norma sosial mana yang seharusnya tidak boleh dilanggar. Atau mereka tahu rambu-rambu mana yang harus dihindari dan mana yang harus dikerjakan. Tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Mereka yang tamat SLTA justru yang paling banyak melakukan tindak kenakalan 17 responden (56,7%) yang berarti separoh lebih, dengan terbanyak 12 responden (40%) melakukan kenakalan khusus, 2 responden (6,7%) melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, dan 4 responden (13,3%) melakukan kenakalan biasa. Demikian juga mereka yang pendidikan terakhirnya SLTP, dari 12 responden, 11 responden (36,7%) melakukan kenakalan khusus. Sedang mereka yang hanya tamat SD 1 responden juga melakukan kenakalan khusus. Dengan demikian maka tidak ada hubungan antara tingkatan pendidikan dengan kenakalan yang dilakukan, artinya semakin tinggi pendidikannya tidak bisa dijamin untuk tidak melakukan kenakalan. Artinya di lokasi penelitian kenakalan remaja yang dilakukan bukan karena rendahnya tingkat pendidikan mereka, karena disemua tingkat pendidikan dari SD sampai dengan SLTA proporsi untuk melakukan kenakalan sama kesempatannya. Dengan demikian faktor yang kuat adalah seperti yang disebutkan di atas, yaitu adanya waktu luang yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan positif, dan adanya pengaruh buruk dalam sosialisasi dengan teman bermainnya atau faktor lingkungan sosial yang besar pengaruhnya.
C. Hubungan Antara Kenakalan Remaja Dengan Keberfungsian Sosial Keluarga
Dalam kerangka konsep telah diuraikan tentang keberfungsian sosial keluarga, diantaranya adalah kemampuan berfungsi sosial secara positif dan adaptif bagi keluarga yaitu jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan, dan fungsinya serta mampu memenuhi kebutuhannya.
1. Hubungan antara pekerjaan orang tuanya dengan tingkat kenakalan
Untuk mengetahui apakah kenakalan juga ada hubungannya dengan pekerjaan orangtuanya, artinya tingkat pemenuhan kebutuhan hidup. Karena pekerjaan orangtua dapat dijadikan ukuran kemampuan ekonomi, guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal ini perlu diketahui karena dalam keberfungsian sosial, salah satunya adalah mampu memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan data yang ada mereka yang pekerjaan oangtuanya sebagai pegawai negeri 5 responden (16,7%), berdagang 4 responden (13,3%), buruh 5 responden (16,6%), tukang kayu 2 responden (6,7%), montir/sopir 6 responden (20%), wiraswasta 5 responden (16,6%), dan pensiunan 1 responden (3,3%).
7
Dari tabel korelasi diketahui bahwa kecenderungan anak pegawai negeri walaupun melakukan kenakalan, namun pada tingkat kenakalan biasa. Lain halnya bagi mereka yang orang tuanya mempunyai pekerjaan dagang, buruh, montir/sopir, dan wiraswasta yang kecendrungannya melakukan kenakalan khusus. Hal ini berarti pekerjaan orang tua berhubungan dengan tingkat kenakalan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Keadan yang demikian karena mungkin bagi pegawai negeri lebih memperhatikan anaknya untuk mencapai masa depan yang lebih baik, ataupun kedisiplinan yang diterapkan serta nilai-nilai yang disosisalisasikan lebih efektif. Sedang bagi mereka yang bukan pegawai negeri hanya sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, sehingga kurang ada perhatian pada sosialisasai penanaman nilai dan norma-norma sosial kepada anak-anaknya. Akibat dari semua itu maka anak-anaknya lebih tersosisalisasi oleh kelompoknya yang kurang mengarahkan pada kehidupan yang normative.
2. Hubungan antara keutuhan keluarga dengan tingkat kenakalan
Secara teoritis keutuhan keluarga dapat berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Artinya banyak terdapat anak-anak remaja yang nakal datang dari keluarga yang tidak utuh, baik dilihat dari struktur keluarga maupun dalam interaksinya di keluarga
.
Dilihat dari keutuhan struktur keluarga, 21 responden (70%) dari keluarga utuh, dan 9 responden dari keluarga tidak utuh. Berdasarkan data pada tabel korelasi ternyata struktur keluarga ketidak utuhan struktur keluarga bukan jaminan bagi anaknya untuk melakukan kenakalan, terutama kenakalan khusus. Karena ternyata mereka yang berasal dari keluarga utuh justru lebih banyak yang melakukan kenakalan khusus.
Namun jika dilihat dari keutuhan dalam interaksi, terlihat jelas bahwa mereka yang melakukan kenakalan khusus berasal dari keluarga yang interaksinya kurang dan tidak serasi sebesar 76,6%. Perlu diketahui bahwa keluarga yang interaksinya serasi berjumlah 3 responden (10%), sedangkan yang interaksinya kurang serasi 14 responden (46,7%), dan yang tidak serasi 13 responden (43,3%). Jadi ketidak berfungsian keluarga untuk menciptakan keserasian dalaam interaksi mempunyai kecenderungan anak remajanya melakukan kenakalan. Artinya semakin tidak serasi hubungan atau interaksi dalam keluarga tersebut tingkat kenakalan yang dilakukan semakin berat, yaitu pada kenakalan khusus.
3. Hubungan antara kehidupan beragama keluarganya dengan tingkat kenakalan
Kehidupan beragama kelurga juga dijadikan salah satu ukuran untuk melihat keberfungsian sosial keluarga. Sebab dalam konsep keberfungsian juga dilihat dari segi rokhani. Sebab keluarga yang menjalankan kewajiban agama secara baik, berarti mereka akan menanamkan nilai-nilai dan norma yang baik. Artinya secara teoritis bagi keluarga yang menjalankan kewajiban agamanya secara baik, maka anak-anaknyapun akan melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan norma agama. Berdasarkan data yang ada mereka yang keluarganya taat beragama 6 responden (20%), kurang taat beragama 15 responden (50%), dan tidak taat beragama 9 responden (30%). Dari tabel korelasi diketahui 70% dari responden yang keluarganya kurang dan tidak taat beragama melakukan kenakalan khusus.
Dengan demikian ketaatan dan tidaknya beragama bagi keluarga sangat berhubungan dengan kenakalan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Hal ini berarti bahwa bagi keluarga yang taat menjalankan kewajiban agamanya kecil kemungkinan anaknya melakukan kenakalan, baik kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan maupun kenakalan khusus, demikian juga sebaliknya.
4. Hubungan antara sikap orang tua dalam pendidikan anaknya dengan tingkat kenakalan
Salah satu sebab kenakalan yang disebutkan pada kerangka konsep di atas adalah sikap orang tua dalam mendidik anaknya. Mereka yang orang tuanya otoriter sebanyak 5 responden (16,6%), overprotection 3 responden (10%), kurang memperhatikan 12 responden (40%), dan tidak memperhatikan sama sekali 10 responden (33,4%). Dari tabel korelasi diperoleh data seluruh responden yang orang tuanya tidak memperhatikan sama sekali melakukan kenakalan khusus dan yang kurang memperhatikan 11 dari 12 responden melakukan kenakalan khusus. Dari kenyataan tersebut ternyata peranan keluarga dalam pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan anak.
5. Hubungan antara interaksi keluarga dengan lingkungannya dengan tingkat kenakalan
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, oleh karena itu mau tidak mau harus berhubungan dengan lengkungan sosialnya. Adapun yang diharapkan dari hubungan tersebut adalah serasi, karena keserasian akan menciptakan kenyamanan dan ketenteraman. Apabila hal itu dapat diciptakan, hal itu meruapakan proses sosialisasi yang baik bagi anak-anaknya. Mereka yang berhubungan serasi dengan lingkungan sosialnya berjumlah 8 responden (26,6%), kurang serasi 12 responden (40%), dan tidak serasi 10 responden (33,4%). Dari data yang ada terlihat bagi keluarga yang kurang dan tidak serasi hubungannya dengan tetangga atau lingkungan sosialnya mempunyai kecenderungan anaknya melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat yaitu kenakalan khusus. Keadaan tersebut dapat dilihat dari 23 responden yang melakukan kenakalan khusus 19 responden dari dari keluarga yang interaksinya dengan tetangga kurang atau tidak serasi.
6. Pernah tidaknya responden ditahan dan dihukum hubungannya dengan keutuhan struktur dan interaksi keluarga, serta ketaatan keluarga dalam menjalankan kewajiban beragama
Data tentang responden yang pernah ditahan berjumlah 15 responden, dari jumlah tersebut 3 responden (20%) karena kasus perkelaian, masing-masing 1 responden (6,7%) karena kasus penegeroyokan dan pembunuhan, 5 responden (33,3%) karena kasus obat terlarang (narkotika) dan 8 responden (53,3%) karena kasus pencurian.
Sedangkan responden yang pernah dihukum penjara berjumlah 10 responden dengan rincian 7 responden karena kasus pencurian, masing-masing 1 responden karena ksus pengeroyokan, pembunuhan, dan narkotika. Adapun lamanya mereka dihukum antara 1 bulan-3 tahun, dengan rincian sebagai berikut 4 responden (40%) dihukum penjara selama 1 bulan, 3 responden (30%) dihukum 3 bulan, masing-masing 1 responden (10%) dihukum 7 bulan, 2 tahun, dan 3 tahun . Dari responden yang pernah ditahan dan di hukum semuanya dari keluarga yang struktur keluarganya utuh, tetapi interaksinya kurang dan tidak serasi. Hal ini menunjukkan bahwa masalah interaksi dalam keluarga merupakan sebab utama seorang remaja sampai ditahan dan dihukum penjara. Sedangkan dari sudut ketaatan dalam menjalankan kewajiban agam bagi keluarganya masih terdapat 1 responden yang pernah ditahan dan dihukum karena kasus pencurian. Artinya bahwa ketaatan beragama dari keluarganya belum menjamin anaknya bebas dari kenakalan dan ditahan serta dihukum.
D. Analisis Hubungan Antara Keberfungsian Sosial Keluarga dengan Kenakalan
Remaja
Setelah dianalisis secara bivariat antara beberapa variabel, maka untuk melengkapinya dianalisis secara statistik dengan rumus product moment guna melihat keeratan hubungan tersebut. Berdasarkan tabel distribusi koefisiensi korelasi product moment diperoleh data sebagai berikut; nilai x = 510 y = 322 x2 = 9.010 y2 = 3.752 xy = 5.283 hasil perhitungan yang diperoleh = - 0,6022. Sedang nilai r yang diperoleh dalam tabel dengan taraf significansi 5%, dengan sampel 30 adalah 0,361 Berdasarkan data tersebut karena nilai r yang diperoleh dari hasil penelitian jauh dari batas significansi nilai r yang diperolehnya berarti ada hubungan negative antara keberfungsian keluarga dengan kenakalan remaja yang dilakukan. Artinya semakin tinggi tingkat berfungsi sosial keluarga, akan semakin rendah tingkat kenakalan remajanya, demikian sebaliknya semakin rendah keberfungsian sosial keluarga maka akan semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya.
Dari uraian di atas bisa dilihat bahwa secara jenis kelamin terlihat remja pria lebih cenderung melakukan kenakalan pada tinglat khusus, walaupun demilikan juga remaja perempuan yang melakukan kenakalan khusus. Dari sudut pekerjaan atau kegiatan sehari-hari remaja ternyata yang menganggur mempunyai kecenderungan tinggi melakukan kenakalan khusus demikian juga mereka yang berdagang dan menjadi buruh juga tinggi kecenderungannya untuk melakukan kenakalan khusus. Pemenuhan kebutuhan keluarga juga berpengaruh pada tingkat kenakalan remajanya, artinya bagi keluarga yang tiap hari hanya berpikir untuk memenuhi kebutuhan keluarganya seperti yang orang tuanya bekerja sebagai buruh, tukang, supir dan sejenisnya ternyata anaknya kebanyakan melakukan kenakalan khusus. Demilian juga bagi keluarga yang interaksi sosialnya kurang dan tidak serasi anak-anaknya melakukan kenakalan khusus. Kehidupan beragama keluarga juga berpengaruh kepada tingkat kenakalan remajanya, artinya dari keluarga yang taat menjalankan agama anak-anaknya hanya melakukan kenakalan biasa, tetapi bagi keluarga yang kurang dan tidak taat menjalankan ibadahnya anak-anak mereka pada umumnya melakukan kenakalan khusus.Hal lain yang dapat dilihat bahwa sikap orang orang tua dalam sosialisasi terhadap anaknya juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kenakalan yang dilakukan, dari data yang diperoleh bagi keluarga yang kurang dan masa bodoh dalam pendidikan (baca sosialisasi) terhadap anaknya maka umumnya anak mereka melakukan kenakalan khusus. Dan akhirnya keserasian hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya juga berpengaruh pada kenakalan anak-anak mereka. Mereka yang hubungan sosialnya dengan lingkungan serasi anak-anaknya walaupun melakukan kenakalan tetapi pada tingkat kenakalan biasa, tetapi mereka yang kurang dan tidak serasi hubungan sosialnya dengan lingkungan anak-anaknya melakukan kenakalan khusus.
VI. Kesimpulan
Berdasarkan analisis di atas, ditemukan bahwa remaja yang memiliki waktu luang banyak seperti mereka yang tidak bekerja atau menganggur dan masih pelajar kemungkinannya lebih besar untuk melakukan kenakalan atau perilaku menyimpang. Demikian juga dari keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya rendah maka kemungkinan besar anaknya akan melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat.Sebaliknya bagi keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya tinggi maka kemungkinan anak-anaknya melakukan kenakalan sangat kecil, apalagi kenakalan khusus. Dari analisis statistik (kuantitatif) maupun kualitatif dapat ditarik kesimpulan umum bahwa ada hubungan negatif antara keberfungsian sosial keluarga dengan kenakalan remaja, artinya bahwa semakin tinggi keberfungsian social keluarga akan semakin rendah kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Sebaliknya semakin ketidak berfungsian sosial suatu keluarga maka semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya (perilaku menyimpang yang dilakukanoleh remaja. Berdasarkan kenyataan di atas, maka untuk memperkecil tingkat kenakalan remaja ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu meningkatkan keberfungsian sosial keluarga melalui program-program kesejahteraan sosial yang berorientasi pada keluarga dan pembangunan social yang programnya sangat berguna bagi pengembangan masyarakat secara keseluuruhan Di samping itu untuk memperkecil perilaku menyimpang remaja dengan memberikan program-program untuk mengisi waktu luang, dengan meningkatkan program di tiap karang taruna. Program ini terutama diarahkan pada peningkatan sumber daya manusianya yaitu program pelatihan yang mampu bersaing dalam pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan.
Masngudin HMS, adalah peneliti pada Puslitbang UKS, Badan Latbang Sosial Departemen Sosial RI.
Daftar Pustaka
Achlis, 1992, Praktek Pekerjaan Sosial I, STKS , Bandung
Eitzen, Stanlen D, 1986, Social Problems, Allyn and Bacon inc, Boston, Sydney, Toronto
Gunarsa Singgih D at al, 1988, Psikologi Remaja, BPK Gunung Mulya, Jakarta
Kartini Kartono,1986, Psikologi Sosial 2, Kenakalan Remaja, Rajawali, Jakarta
Kaufman, James, M, 1989, Characteristics of Behaviour Disorders of Children and Youth, Merril Publishing Company, Columbus, London, Toronto
Nazir, Moh, 1985, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta
Sartono, Suwarniyati, 1985, Pengukuran Sikap Masyarakat terhadap Kenakalan Remaja di DKI Jakarta, laporan penelitian, UI, Jakarta
Soerjono Soekanto, 1988, Sosiologi Penyimpangan, Rajawali, Jakarta
_______________, 1985 Perubahan Sosial, Rajawali, Jakarta
000
USAHA SEKOLAH DALAM MENGATASI KENAKALAN SISWA (Studi Kasus di MTs Negeri Sumberagung Kabupaten Bantul)
Skripsi/Undergraduate Theses from digilib-uinsuka / 2008-07-22 14:22:15
Oleh : AHMAD DAHLAN - NIM. 03410160, Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Dibuat : 2008-07-22, dengan 1 file
Keyword : Kenakalan siswa.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara kritis tentang Usaha Sekolah dalam Mengatasi Kenakalan Siswa (Studi Kasus di MTs Negeri Sumberagung Kabupaten Bantul). Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan sekolah dalam mengatasi kenakalan siswa, serta memberi sumbangan kepada MTs Negeri Sumberagung Kabupaten Bantul tentang pentingnya mengatasi kenakalan siswa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan mengambil latar MTs Negeri Sumberagung Kabupaten Bantul. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pengamatan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan memberikan makna terhadap data yang berhasil dikumpulkan, dan dari makna itulah ditarik kesimpulan. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan mengadakan triangulasi, yaitu dengan menggunakan sumber ganda dan metode ganda. Hasil penelitian ini menunjukan: (1) Bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan oleh siswa MTs Negeri Sumberagung Kabupaten Bantul meliputi terlambat masuk sekolah, membolos sekolah, memakai seragam tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, membuat kegaduhan di kelas ketika pelajaran sedang berlangsung, merokok di lingkungan sekolah, memeras/meminta uang kepada teman sekolah, mencuri, dan berkelahi, (2)Faktor-faktor penyebab munculnya kenakalan siswa MTs Negeri Sumberagung Kabupaten Bantul meliputi faktor perkembangan psikologi anak, faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah dan pengaruh sosial kultural, (3) Usaha yang dilakukan oleh pihak MTs Negeri Sumberagung Kabupaten Bantul dalam mengatasi kenakalan siswa diantaranya dengan melakukan tindakan preventif, tindakan represif dan tindakan kuratif.
0000
SUATU KAJIAN TENTANG PERANAN ORANG TUA DALAM USAHA MEMBENTUK MORALITAS ANAK (Studi Kasus Terhadap Siswa Sma Negeri 1 Subang)
Koleksi Skripsi, Tesis dan Disertasi Perpustakaan UPI
Lihat Info Arsip
Ruas Isi
Judul SUATU KAJIAN TENTANG PERANAN ORANG TUA DALAM USAHA MEMBENTUK MORALITAS ANAK (Studi Kasus Terhadap Siswa Sma Negeri 1 Subang)
Penulis ENDAH, Delis Nur,
Subjek/Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan
Abstrak Dalam kehidupan sehari-hari sering mendengar, melihat, dan menyaksikan perilaku dikalangan anak dan remaja yang tidak sesuai dengan moralitas yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya, tawuran, pencurian, pemerkosaan, sek bebas, pesta minuman keras dan banyak lagi. Kenakalan anak dan remaja tersebut tidak hanya mengkhawatirkan di kalangan pendidik di sekolah tetapi sudah menjai kehawatiran keluarga dan pemerintah. Keluarga dalam mendidik anak mendapat posisi yang sangat sentral dan penting. Bukan hanya dalam rumah tetapi di luar rumah. Pendidikan orang tua terhadap anak tidak hanya dilakukan di dalam rumah tetapi harus di luar rumah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan orang tua dalam mendidik anaknya. Dewasa ini pendidikan dalam keluarga merupakan hal yang banyak disorot oleh berbagai macam media. Karena pentingnya pendidikan keluarga maka begitu pentingnya orang tua dalam mengetahui dan memahami apa fungsi dan perannya dalam mendidik anak terutama dalam materi atau cara penyampaiannya. Penelitian ini berpijak dari teori bahwa fungsi dan peran keluarga sangat penting dalam membentuk moralitas anak, meskipun banyak kalangan yang menyangkal pendapat ini. Tetapi paling tidak teori pendidikan keluarga sangat mendukung terhadap penelitian ini. Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus di SMA 1 Subang. Pada dasarnya, penelitian ini karena yang menjadi fokus penelitian adalah kasus yang terjadi di sekolah yang berkaitan dengan kepatuhan siswa dalam mentaati tata kehidupan sosial yang dihubungkan dengan pendidikan keluarga yaitu dengan melihat tanggung jawab orang tua dalam membentuk moralitas anak tersebut. Hasil yang bisa diungkapkan adalah orang tua belum maksimal dalam mendidik anak, orang tua belum menyediakan waktu untuk mendidika anak di rumahnya, dan orang tua belum begitu memahami dan mengetahui tentang fungsi dan peran dalam keluarga khususnya dalam mendidik anaknya. Sehingga dari kesimpulan tersebut penulis memberi saran bahwa para orang tua mestinya banyak membaca buku dan mengadakan pengajian untuk menambah wawasannya dalam mendidik anaknya.
Pembimbing Dartim Nan Sati
Lily Halimah
Pemilik Universitas Pendidikan Indonesia
Tanggal 2006-01-09
Tipe text
Format application/octet-stream
Identifier http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0109106-132131/
Sumber http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0109106-132131/
Language en
Akses unrestricted
Copyright information available at source archive
000
Pengaruh Keterlibatan Ayah dan Faktor Lainnya dalam Perkembangan Moral Remaja Putra (Studi Kasus pada Siswa Kelas X dan XI SMA N
* View
* clicks
Posted August 30th, 2008 by Fatahillah_13
* Skripsi Lainnya
abstraks:
Salah satu faktor yang berhubungan dengan moral remaja adalah keluarga. Keluarga, dalam hal ini adalah orang tua yang merupakan perpaduan antara peran ayah dan peran ibu. Teori sosiobiologi mengatakan bahwa wanita (ibu) adalah satu-satunya makhluk yang mengasuh anak karena ibu yang mengandung dan melahirkan anak, sedangkan para ayah cenderung kurang terlibat dalam pembinaan
anak karena tugas ayah lebih banyak mencari nafkah di luar rumah.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran moral dan keterlibatan ayah siswa SMAN 1 Klaten,mengetahui pengaruh keterlibatan ayah dan faktor lainnya terhadap moral siswa SMAN 1 Klaten, dan kecenderungan keterlibatan ayah dalam memengaruhi moral siswa SMAN 1 Klaten.
Variabel-variabel yang diteliti meliputi variabel keterlibatan ayah dan faktor lainnya. Faktor lainnya meliputi urutan kelahiran anak, jumlahsaudara,keikutsertaan kegiatan di luar jam sekolah, pendidikan ayah, pekerjaan ayah, pendapatan ayah dan jam kerja ayah. Sumber data adalah data primer. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk mengidentifikasi moral siswa, keterlibatan ayah dan keterkaitan faktor lainnya dengan moral siswa. Analisis regresi logistik digunakan untuk mengetahui pengaruh keterlibatan ayah dan faktor lainnya terhadap moral siswa.
Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa masih relatif cukup banyak siswa yang bermoral kurang baik dan sebagian besar siswa SMAN 1 Klaten mempunyai keterlibatan ayah yang tinggi.
Keterlibatan ayah mempunyai pengaruh yang cukup signifikan secara statistik terhadap moral siswa pada taraf nyata0,10. Kecenderungan siswa yang mempunyai keterlibatan ayah kurang tinggi untuk bermoral kurang baik lebih besar daripada siswa yang mempunyai keterlibatan ayah tinggi.
Faktor lainnya yang signifikan memengaruhi moral siswa pada taraf nyata 0,10 adalah keikutsertaan kegiatan di luar jam sekolah, pendidikan ayah, pendapatan ayah dan jam kerja ayah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa depan bangsa Indonesia di pundak generasi penerus bangsa, yaitu
kalangan remaja. Remaja akan membangun bangsa ini dengan pengetahuan dan
kemampuannya bersaing di dunia global. Remaja mempunyai tanggung jawab
besar, karena menjadi tumpuan harapan bangsa. Oleh karena itu, remaja
merupakan aset bangsa (Agus, 2007). Sebagai generasi penerus bangsa, perilaku
remaja cukup mendapat sorotan. Hal ini disebabkan karena perilaku remaja saat
ini merupakan gambaran dari masa depan suatu bangsa. Hal ini dapat dilihat
bahwa makin banyak tempat pelacuran terselubung di asrama dan pemondokan
pelajar/mahasiswa, perkelahian, pengeroyokan antar remaja yang mengakibatkan
orang lain yang tidak berdosa menjadi korban, perampasan, pencurian, mabuk-
mabukan, perampokan, penganiayaan dan penyalahgunaan obat-obatan seperti
psikotropika, yang dapat berujung kematian (Amna, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Santoso mengenai kenakalan remaja di
propinsi Jawa Barat (Bandung dan Cianjur) tahun 1998 dengan jumlah responden
1110 remaja menghasilkan bahwa sebesar 51,9 persen responden yang tinggal di
kota dan 34,7 persen yang tinggal di desa pernah absen tidak mengikuti pelajaran
di sekolah tanpa izin (membolos). Dari penelitian tersebut juga menghasilkan
bahwa 54,4 persen responden yang tinggal di kota dan 42,3 persen responden
yang tinggal di desa pernah meninggalkan rumah tanpa izin orang tua. Untuk
bentuk kenakalan yang lebih ke arah kriminalitas meliputi pemerasan dan
pencurian didapat sebesar 2,2 persen responden yang tinggal di kota dan 5,0
persen responden yang tinggal di desa. Kesimpulan dari penelitian tersebut
menyatakan bahwa umur rata-rata remaja mulai melakukan kenakalan adalah
umur 15-19 tahun (Media Litbang, 2000).
Perkembangan zaman juga akan memengaruhi perilaku seksual dalam
berpacaran di kalangan remaja. Hal-hal yang ditabukan remaja beberapa tahun
lalu seperti berciuman dan bercumbu, saat ini menjadi suatu hal yang dianggap
wajar. Penelitian yang dilakukan Baseline Survei Lentera-Sahaja PKBI
Yogyakarta pada tahun 1998-1999 memperlihatkan bahwa perilaku seksual
remaja mencakup kegiatan mulai dari berpegangan tangan, berpelukan,
berciuman, necking, petting, hubungan seksual, sampai dengan hubungan seksual
dengan banyak orang. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang benar
mengenai pacaran yang sehat, sehingga tidak sedikit remaja yang berpacaran
dengan didominasi oleh nafsu seksual. Kurangnya informasi tersebut diperkuat
oleh penelitian Sahabat Remaja tahun 1998-1999 tentang perilaku seksual di
empat kota yang menunjukkan bahwa 3,6 persen remaja di kota Medan; 8,5
persen remaja di kota Yogyakarta dan 3,4 persen di kota Surabaya serta 31,1
persen remaja di kota Kupang telah terlibat hubungan seksual secara aktif (Tito,
2002).
Dari gambaran di atas dapat diketahui bahwa telah terjadi kemerosotan
moral di kalangan remaja. Kemerosotan moral yang berkelanjutan akan
menyebabkan berkurangnya kualitas aset bangsa.
Masalah moral sebenarnya merupakan suatu hal yang menarik untuk
dibahas. Manusia sebagai makhluk sosial cenderung untuk hidup bersama dan
bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat inilah muncul persoalan moral yang
menyangkut baik dan buruknya suatu tindakan oleh seseorang. Moralitas antara
perempuan dan laki-laki berbeda. Menurut Kohlberg (1984) dalam Hurlock
(2004) perempuan mencapai tahap perkembangan moral ketiga (post-
konvensional) lebih awal dibandingkan laki-laki. Hasil penelitian Piaget dalam
Santrock (2003) memaparkan bahwa bila terjadi konflik di dalam permainan, anak
perempuan akan cenderung menghentikan permainan untuk mempertahankan
hubungan baik mereka, daripada membuat aturan baru untuk menyelesaikan
konflik tersebut. Berdasarkan penelitian Pratidarmanastiti (1991) perilaku
delinkuen (kenakalan) lebih banyak dilakukan oleh remaja laki-laki daripada
remaja perempuan.
Banyak faktor yang berhubungan dengan moral remaja, antara lain faktor
pribadi, faktor keluarga yang merupakan lingkungan utama, maupun faktor
sekolah dan lingkungan sekitar yang secara potensial dapat membentuk perilaku
remaja. Pada tahap perkembangan awal sebagian besar waktu anak pada
umumnya dihabiskan di lingkungan rumah atau dalam pengawasan keluarga. Ini
berarti bahwa perkembangan mental fisik dan sosial individu ada di bawah arahan
orang tua atau terpola dengan kebiasaan yang berlaku dalam rumah tangga
(Amna, 2004).
Peran orang tua terdiri dari perpaduan antara peran ayah dan peran ibu.
Peran ayah sering diidentikkan sebagai sosok yang menjaga dan melindungi
keluarga agar terasa aman serta nyaman baik bagi pasangannya maupun bagi
anak-anaknya. Menurut Achmad G. Pratama dalam Jalu (2005) tugas ayah
berkaitan dengan tanggung jawabnya mencukupi kebutuhan keluarga, serta tugas-
tugas kepemimpinan. Sementara peran ibu adalah memelihara, mengasuh, serta
melakukan aktifitas rumah tangga lainnya yang lebih besar bersentuhan langsung
dengan anak (Jalu, 2005). Penelitian yang dilakukan Sputa dan Paulson (1995)
dalam Santrock (2003) dengan responden remaja kelas sembilan sampai kelas dua
belas menyimpulkan bahwa para ibu lebih terlibat dalam pengasuhan daripada
para ayah.
Dari beberapa teori sosiobiologi, diantaranya teori Wilson (1975), Barash
(1982) dan teori Darwin mengatakan bahwa wanita adalah satu-satunya makhluk
yang mengasuh anak untuk dua alasan. Alasan pertama adalah wanita memiliki
investment yang besar, karenanya merupakan perilaku yang adaptif bagi wanita
untuk melanjutkan pemeliharaan keturunan. Alasan kedua adalah fakta dasar
bahwa maternity adalah pasti sedangkan paternity tidak, karena wanita yang
mengandung dan melahirkan anaknya (Paludi, 1998).
Bekerja adalah bagian kewajiban dan tanggung jawab seorang ayah dalam
berkeluarga dan segala sesuatu yang merupakan kewajiban tidaklah dapat
dijadikan ukuran kasih sayang. Ada yang bekerja dengan susah payah karena
kasih sayangnya kepada keluarga, namun ada pula yang bekerja dengan rajin
karena memang ia seseorang yang rajin dan ada yang setia dalam pekerjaannya
sebab ia menyukai pekerjaannya, motivasi yang tidak serta merta berkaitan
dengan kasih sayang pada anak (Jalu, 2005).
Anak dapat dikatakan kurang dekat dengan ayahnya karena para ayah pada
dasarnya tidak terlalu peka dengan kondisi dan perasaan anak, sementara ibu
sebaliknya, karena para ibu pada umumnya lebih dekat dengan anak. Oleh karena
itu, kesediaan dan sabar mendengar cerita anak bagi seorang ayah mungkin akan
sulit dilakukan (Jalu, 2005).
Menurut Singgih D. Gunarsa, pakar pendidikan anak Indonesia, bahwa
seorang anak laki-laki menjadi pria sejati dari segi sikap dan perilaku berkat
sentuhan-sentuhan psikologis ayahnya. Ayah semakin berperan fisik di masa
kanak-kanak, ayah juga berperan secara psikis ketika anak laki-laki menginjak
pubertas dan masa remaja. Bila identitas pria sudah terbentuk pada masa kanak-
kanak, maka pada masa puber dan remaja seorang anak laki-laki tinggal
menyempurnakannya (Samodra, 2006).
Keinginan agar para ayah lebih terlibat dalam pengasuhan anak tampaknya
tidak mudah diwujudkan, karena proses untuk menjadi seorang ayah yang terlibat
secara aktif bukanlah hal yang mudah. Berbeda dengan wanita yang secara sosial
budaya telah disiapkan untuk menjadi ibu yang mengasuh anak. Dari berbagai
penelitian tentang pengasuhan anak dalam Santrock (2003) dapat disimpulkan
bahwa pengasuhan anak lebih difokuskan pada seorang ibu daripada ayah.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian mengenai hal tersebut, dengan mengambil judul Pengaruh
Keterlibatan Ayah dan Faktor Lainnya Dalam Perkembangan Moral Remaja
Putra.
1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah
Moral remaja merupakan salah satu hal yang penting untuk masa depan
bangsa, karena remaja adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, remaja
diharapkan bermoral baik untuk melanjutkan kehidupan bangsa. Namun, harapan
tersebut agak diragukan menjadi kenyataan karena banyaknya perilaku remaja
yang melanggar norma-norma yang berlaku. Perilaku remaja tersebut banyak
terjadi di kalangan remaja putra. Hal ini sesuai dengan penelitian Pratidarmanastiti
(1991) yang mengatakan bahwa perilaku delinkuen (kenakalan) lebih banyak
dilakukan oleh remaja putra daripada remaja putri.
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan moral remaja, salah
satunya adalah faktor keluarga. Keluarga, dalam hal ini orang tua yang terdiri dari
perpaduan antara peran ayah dan peran ibu. Secara alamiah para ibu sangat
berperan dalam hal pengasuhan anak, karena ibu yang mengandung dan
melahirkan anaknya. Oleh karena itu, para ayah cenderung kurang terlibat dalam
pembinaan anak karena tugas ayah lebih banyak mencari nafkah di luar rumah.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas
adalah mengenai pengaruh keterlibatan ayah terhadap moral siswa dan faktor
lainnya yang memengaruhi moral siswa. Faktor lainnya yaitu urutan kelahiran
anak, jumlah saudara, keikutsertaan kegiatan di luar jam sekolah, pendidikan
ayah, pekerjaan ayah, pendapatan ayah, dan jam kerja ayah. Jika keterlibatan ayah
terhadap putranya tinggi maka akan berpengaruh positif terhadap moral putranya.
Penelitian ini dibatasi pada penggalian seberapa besar keterlibatan ayah dalam
memengaruhi perkembangan moral putranya dilihat dari sudut pandang putranya
itu sendiri.
Hal inilah yang menarik penulis untuk mengkaji lebih lanjut tentang moral
siswa, dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah moral siswa SMAN 1 Klaten tahun ajaran 2006/2007?
2. Bagaimanakah keterlibatan ayah siswa SMAN 1 Klaten tahun ajaran
2006/2007?
3. Apakah ada pengaruh keterlibatan ayah terhadap moral siswa SMAN 1
Klaten tahun ajaran 2006/2007?
4. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi moral siswa SMAN 1 Klaten
tahun ajaran 2006/2007?
5. Bagaimanakah kecenderungan keterlibatan ayah dalam memengaruhi
moral siswa SMAN 1 Klaten tahun ajaran 2006/2007?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang ada, maka
dirumuskan tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Mengidentifikasi moral siswa SMAN 1 Klaten tahun ajaran 2006/2007.
2. Mengidentifikasi keterlibatan ayah siswa SMAN 1 Klaten tahun ajaran
2006/2007.
3. Mengetahui pengaruh keterlibatan ayah terhadap moral siswa SMAN 1
Klaten tahun ajaran 2006/2007.
4. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi moral siswa SMAN 1
Klaten tahun ajaran 2006/2007.
5. Mengetahui kecenderungan keterlibatan ayah dalam memengaruhi
moral siswa SMAN 1 Klaten tahun ajaran 2006/2007.
1.4 Sistematika Penulisan
Secara garis besar, sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Menjelaskan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, tujuan
penulisan skripsi, serta sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori
Berisi tinjauan pustaka, kajian teori, kerangka berpikir dan hipotesis.
BAB III Metodologi Penelitian
Menjelaskan metode pengumpulan data, sumber data, metode analisis
data, definisi operasional dan pengujian hipotesis.
BAB IV Analisis dan Pembahasan
Menjelaskan hasil analisis pengolahan data serta pembahasan secara
deskriptif dan inferensia.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Berisi rangkuman dari hasil pembahasan serta saran yang relevan
dengan topik penelitian.
000
PENGARUH DAN MANFAAT INTERNET UNTUK ANAK SEKOLAH (SMP)
MAKALAH PENELITIAN
PENGARUH DAN MANFAAT
INTERNET UNTUK ANAK SEKOLAH (SMP)
Oleh :
JAUHARI ALAMSYAH
KELAS IX B NO. 27
SMP NEGERI 2 KOTA MOJOKERTO
2008
KATA PENGANTAR
Pertama marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, bahwa berkat rahmat serta hidayahya sehingga makalah PENELITIAN yang berjudul “ PENGARUH DAN MANFAAT INTERNET UNTUK ANAK SEKOLAH “. Dapat terselesaikan tepat waktu dan dalam keadaan lancar tanpa suatu hambatan apapun.
Dalam kesempatan yang berbahagia ini, perkenankan kami selaku penyusun menghanturkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada :
Bapak SUANAN, SN guru pembimbing komputer SMP NEGERI 2 KOTA MOJOKERTO.
Teman dan pihak – pihak yang telah membantu atas terselesainya makalah penelitian ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna penyusunan makalah penelitian selanjutnya.
Demikian kata pengantar ini kami haturkan. Atas perhatiannya, kami sampaikan terima kasih yang sebanyak – banyaknya.
Mojokerto, 27 Oktober 2008
Hormat kami,
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Dewasa ini, pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), telah menjadi tren tersendiri dalam dunia pendidikan, terutama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) serta meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Pembelajaran TIK perlu diperkenalkan, dipraktikkan, dan dikuasai siswa sedini mungkin agar mereka memiliki bekal yang dapat membantu mereka untuk menyesuaikan diri dalam kehidupan global yang ditandai dengan perubahan yang sangat cepat. Salah satu di antaranya adalah meningkatkan kualitas pembelajaran internet yang merupakan salah satu bagian dari pembelajaran TIK, sehingga program pembelajaran internet akan semakin baik. Karena dengan program pembelajaran yang semakin baik, maka perkembangan teknologi informasi akan berlangsung dan berkembang dengan baik pula. Internet sangat dibutuhkan disekolah-sekolah sebagai usaha perkembangan dari sebuah teknologi.
Sejalan dengan kemajuan teknologi jaringan dan perkembangan internet, memungkinkan penerapan teknologi ini di berbagai bidang termasuk di bidang pendidikan atau latihan.Di masa datang penerapan teknologi internet di bidang pendidikan dan latihan akan sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan dan memeratakan mutu pendidikan, terutama di Indonesia yang wilayahnya tersebar di berbagai daerah yang sangat berjauhan.
Perkembangan internet dalam dunia pendidikan telah menghasilkan sebuah sistem pembelajaran jarak jauh. Dengan ini maka seorang pelajar tidak perlu lagi gagap terhadap perkembangan teknologi, karena dengan pembelajaran internet di sekolah dapat menunjang peningkatan pendidikan di Indonesia. Dengan permasalahan di atas, kami berusaha melakuakn penelitian yaitu untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dan pengetahuan siswa di sekolah tentang internet.
RUMUSAN MASALAH
Dari permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan pada penelitian ini ádalah : “ Apakah pengaruh internet dalam pendidikan sekolah di kelas IX B SLTP NEGERI 2 KOTA MOJOKERTO?”.
BATASAN MASALAH
Agar tidak terjadi makna yang berlebihan dan memudahkan lingkup penelitian, maka peneliti memberi batasan sebagai berikut :
Sampel dalam penelitian ini hanya siswa – siswi kelas IX B SMP NEGERI 2 KOTA MOJOKERTO.
Ruang lingkup penelitian hanya seputar pengetahuan tentang internet.
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
Meningkatkan kualitas pembelajaran internet untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam meningkatkan prestasi belajar siswa SMP NEGERI 2 Kota Mojokerto.
Mengetahui sejauh mana pengaruh internet terhadap pembelajaran di sekolah.
Mengetahui seberapa besar pengetahuan siswa – siswi SMP NEGERI 2 KOTA MOJOKERTO kelas IX B tentang internet.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, kami menaggunakan metode angket yaitu sebuah metode yang digunakan dengan memberikan pertanyaan seputar permasalahan yang akan dibahas untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dan pengetahuan siswa di sekolah tentang internet.
BAB II
ISI
PENJELASAN MANFAAT
Hasil pembelajaran internet akan meningkat. Adanya proses pembelajaran yang baik untuk memperoleh hasil yang semakin baik, dan membuat siswa termotivasi untuk lebih berprestasi dalam belajar.
Dapat dijadikan objek studi banding oleh sekolah lainnya, karena pembelajaran internet belum banyak diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia. Dengan perkembangan pembelajaran internet di SMP NEGERI 2 KOTA MOJOKERTO, akan membawa nama baik bagi sekolah dan para siswa akan lebih termotivasi untuk lebih meningkatkan kemampuan tentang internet.
Menumbuhkan inovasi dan kreativitas siswa serta menambah wawasan pengetahuan siswa dalam bidang ilmu pendidikan, khususnya metode pembelajaran teknologi informasi. Inovasi dan kreatifitas dari para siswa sangant penting, karena tanpa adanya hal demikian akan mengahmbat usaha pembelajaran khususnya pembelajaran tentang teknologi informasi.
ALOKASI
Penelitian ini dilakukan dalam waktu 4 hari dengan susunan operasional sebagai berikut :
Hari 1 : melakukan penyebaran angket
Hari 2 : mengumpulkan data dan melakukan perencanaan penulisan naskah penelitian.
Hari 3 : pengetikan naskah dan unsur-unsur penulisan karya tulis.
Hari 4 : evaluasi terhadap hasil penelitian
Dengan tempo waktu yang tidak begtu lama ini peneliti mengaharap agar hasil penetian dapat diterima dengan baik dan dapat dimanfaatkan dengan seksama
METODE
Berdasarkan pendahuluan di atas, peneliti dalam usaha melakukan penelitian menggunakan metode angket, yaitu memberikan pertanyaan kepada seluruh siswa kelas IX B SMP NEGERI 2 KOTA MOJOKERTO. Pertanyaan – pertanyan tersebut antara lain :
Apakah kamu suka internet ?
a.Suka c. Gak suka
b.Biasa saja d. Suka sekali
Kapan biasanya kamu menggunakan internet ?
a.Pulang sekolah c. Tiap hari
b.Kalau ada tugas sekolah d. Lagi nyantai
Kalau sedang maen internet, biasanya maen apa ?
a.Chatting c. Cari bahan buat tugas
b.Game online d. Lihat film
Berapa lama kamu maen internet ?
a.1 jam c. 3 jam
b.2 jam d. ............
Menurut kalian, apakah internet penting buat kalian sebagai anak sekolah?
Jawaban :
Alasan :
BAB III
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini, peneliti akan memberitahukan hasil penelitian sebagai berikut :
Tingkat kegemaran siswa bermaen internet
Kegemaran siswa terhadap dunia internet sangat besar sekali. Ini tercemin dalam hasil penelitian yang menunjukkan bahwa :
Suka sekali : 60 %
Suka : 20 %
Biasa saja : 15 %
Tidak suka : 5 %
Dengan jumlah prosentase jumlah suka sekali sangat besar, maka dapat internet sangat digemari oleh siswa sekolah khususnya kelas IX B SMP NEGERI 2 KOTA MOJOKERTO. Hal ini juga ditunjang dengan jumlah prosentase yang tidak menyukai internet yang kecil yakni sekitar 5 persen.
Tujuan siswa bermaen internet
Sangat bervariasi tujuan siswa menggunakan internet. Dalam hal ini, peneliti juga mendapatkan beberapa tujuan siswa mengguanakan internet. Antara lain :
Cari bahan buat tugas : 40 %
Chatting (cari teman) : 25 %
Game online : 20 %
Liat film : 5 %
Dengan hasil penelitian diatas, dapat dilihat bahwa tujuan siswa menggunakan internet adalah untuk mencari bahan mengerjakan tugas sekolah. Selain itu, banyak siswa diantaranya menggunakan internet untuk chatting (mencari teman lewat internet) dan bermaen game online yang sekarang ini sangat digandrungi oleh anak sekolah.
Pendapat siswa tentang manfaat internet
Dalam hasil penelitian, peneliti mendapatkan beberapa pendapat tentang manfaat internet. Dan para siswa menyatakan bahwa internet sangat penting sebagai sumber pengetahuan dan sebagai dampak perkembangan zaman di bidang teknologi. Selain itu, internet dapat memberikan informasi secara cepata dan akurat dari pelosok daerah maupun dunia sekalipun.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat meyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
Internet sangat bermanfaat bagi kalangan masyarakat khusunya bagi anak sekolah. Karena dengan memiliki pengetahuan tentang internet, maka pendidkan sekolah akan semakin berkembang dengan baik.
Dengan internet, siswa dapat melakukan inovasi dan melakukan kreatifitas yang semakin baik.
Perkembangan teknologi informasi akan terus berkembang sesara berkesinambungan.
Internet sebagai sumber ilmu pengetahuan dan dapat memberikan informasi secara cepat dan akurat.
SARAN
Berdasarkan hal diatas, kami memberikan beberapa saran yaitu :
Siswa diharapkan lebih mengembangkan inovasi dan kreatifitas melalui internet.
Dengan prosentase kegemaran siswa terhadap internet sangat tinggi, diharapkan bahwa perkembangan dan pembelajaran internet akan lebih ditingkatkan di sekolah-sekolah khususnya di kelas IX B SMP NEGERI 2 KOTA MOJOKERTO.
000