Kamis, 01 Januari 2009

TANDA-TANDA HAJI MABRUR

Apa ciri-ciri haji mabrur? Menurt Menteri Agama (Menag) DR (Hc) Muhammad Maftuh Basyuni yang dalam Hari Wukuf Musim Haji 1429 Hijriyah di Padang Arafah (7/12/2008) menyitir tanda-tanda haji mabrur.
"Tak seorang pun yang mampu memberikan definisi haji mabrur. Orang hanya mampu memberikan sinyal atau tanda-tanda haji mabrur itu," katanya.
Menurut dia, ada yang mengatakan tanda-tandanya adalah perbuatan dan tingkah lakunya yang lebih baik dari sebelum berhaji.
"Rasulullah Saw ketika ditanya tanda-tanda haji mabrur, beliau menjawabnya dengan dua hal yakni memberi makan orang miskin dan menebar salam," katanya.
Doktor alumnus UIN Jakarta itu menegaskan bahwa "memberi makan fakir miskin" adalah simbol kepedulian, sedang "menebar salam" adalah simbol kedamaian.
"Karena itu, bila kita ingin mendapat haji mabrur dengan balasan surga, maka wujudkan kepedulian sosial, dan tebarkan kedamaian di tengah-tengah masyarakat setelah kita kembali ke Tanah Air," katanya.
Dalam kesempatan itu, Menag menyatakan persaudaraan telah dipesankan Nabi Muhammad Saw dalam Haji Wada’ pada 15 abad silam.
"Persaudaraan merupakan hal penting untuk mengatasi masalah besar di zaman nabi maupun masa sekarang. Masalah besar yang kita hadapi sekarang, seperti krisis global dan meningkatnya eskalasi politik menjelang Pemilu 2009," katanya.
Sambil menyampaikan isi pesan nabi dalam Haji Wada’ (haji pamitan) itu, menteri menyebut persaudaraan yang tercermin dalam larangan bermusuhan merupakan pesan penting, karena hal itulah yang dilakukan nabi di Madinah yakni mengubur permusuhan berkepanjangan antara kabilah Aus dan Khazraj.
"Semangat persaudaraan itu pula yang menggerakkan kaum Muslimin di Madinah yang dikenal dengan julukan al-Anshar, untuk menyambut dan menerima dengan hangat kedatangan kaum Muhajirin (kaum Muslimin yang terusir dari Mekkah)," katanya.
Persaudaraan itu, katanya, meleburkan berbagai kepentingan pribadi dan kelompok dalam kebersamaan, persatuan, dan kesatuan, sehingga tidak ada perbedaan suku atau kabilah, warna kulit atau ras, dan perbedaan lainnya.
"Dewasa ini, kita menghadapi krisis global dan suhu politik yang meningkat menjelang Pemilu dan Pilpres 2009. Alhamdulillah, kondisi pangan kita cukup dalam krisis global, tinggal kita bersatu padu dalam menghadapi krisis itu, sehingga kita mampu melampauinya dengan selamat," katanya.
Selain itu, peningkatan suhu politik menjelang Pemilu dan Pilpres 2009 juga rawan menyulut konflik.
"Karena itu, saya menyerukan kepada segenap masyarakat Indonesia yang melaksanakan ibadah haji dan mereka yang berada di Tanah Air untuk meneguhkan kembali tekad memelihara persatuan dalam wadah persaudaraan," katanya.
Pandangan Menag itu dibenarkan sejumlah ulama, di antaranya ketua Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) ’Al-Mabrur’ Pamekasan, Madura, KH Hasbullah Fadholi, dan ketua KBIH "Takhobbar" Surabaya, Jatim DR H Imam Ghazali Said MA.
"Tanda-tanda haji mabrur itu paling awal dapat diketahui bila seseorang mengalami reformasi atau perubahan perilaku di dalam dirinya, khususnya kehidupan keagamaan," kata ketua KBIH ’Al-Mabrur’ Pamekasan, Madura, KH Hasbullah Fadholi di Madinah (28/12/2008).
Menurut pimpinan rombongan kloter (kelompok terbang) 74 SUB (Surabaya) itu, perubahan perilaku keagamaan itu secara fisik terlihat dari semakin bertambahnya ibadah seseorang, misalnya mereka yang semula malas menjadi aktif salat.
"Saya sendiri merasakan hal itu, saya yang semula tidak pernah salat tahajud (salat malam), tapi sekarang seperti ada dorongan kuat untuk salat malam," kata pimpinan dari 267 orang jemaah dari Madura, Jatim yang telah enam kali menunaikan ibadah haji itu.
Senada dengan itu, ketua KBIH "Takhobbar" Surabaya, Jatim DR H Imam Ghazali Said MA menilai perubahan perilaku memang merupakan tanda haji mabrur, namun tanda-tanda itu juga harus bersifat holistik (menyeluruh).
"Artinya, nilai mabrur itu harus bersifat proses mulai dari pra haji, saat pelaksanaan haji, hingga pascahaji. Kalau hanya pascahaji masih kurang sempurna," kata dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya itu.
Menurut pimpinan rombongan jemaah haji kloter 58 SUB (Surabaya) itu, proses pra haji itu antara lain terlihat dari niat dan sarana haji dari seseorang.
"Kalau dia menunaikan ibadah haji dengan niat bukan karena Allah Swt, tapi naik haji untuk dipuji, naik pangkat, dan perbaikan ekonomi, maka nilai mabrur yang akan sulit didapat, apalagi bila dia menggunakan sarana atau ongkos yang tak halal," katanya.
Untuk saat pelaksanaan, katanya, akan sangat ditentukan seberapa prosentase pelaksanaan haji seseorang mendekati cara haji yang diterapkan Rasulullah.
"Untuk hal-hal yang sunnah tentu masih dapat dipahami, tapi kalau hal-hal wajib yang ditinggalkan, tentu akan berdampak dalam nilai mabrur, sedangkan untuk pascahaji terlihat dari perubahan spiritualistik dan perubahan hubungan sosial," katanya.
Dengan sedikit pandangan berbeda, mantan aktivis Islam, A Hakam Naja, menilai sikap dan mental jemaah haji Indonesia perlu didorong agar mereka menjadi pelopor perubahan, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara beranjak membaik.
"Haji itu merupakan ibadah yang penuh dengan simbol yang terkait dengan hati, pikiran, dan sikap. Karena itu perlu rekayasa sosial untuk mendorong perubahan sikap mental menjadi kekuatan," kata anggota Komisi VIII DPR RI itu di Padang Arafah.
Salah seorang ketua DPP PAN itu menyebut simbol haji itu dimulai dari tawaf yang merupakan putaran pada satu titik (tauhid), lari-lari pada sai sebagai proses pencarian kebenaran, wukuf yang menunjukkan kesamaan di mata Allah SWT, hingga jamarat sebagai bukti perjuangan manusia selalu disertai godaan.
"Kalau semua simbol itu betul-betul tertanam dalam 210 ribu jemaah haji Indonesia, tentu akan terjadi perubahan sikap mental yang sangat luar biasa, karena itu perlu ada rekayasa sosial pascahaji yang dimulai dari pimpinan masyarakat, baik tokoh agama, eksekutif, legislatif, dan ormas untuk memunculkan pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan dan kesejahteraan," katanya.

ringkasnya, - kehidupannya berubah kepada kehidupan muslim yang lebih baik. Mereka mengutamakan kerja-kerja akhirat daripada kerja-kerja dunia.
- Sebelum menunaikan ibaddah haji, mereka telah bertaubat dengan taubat nasuha yaitu menyesali segala perbuatan jahat yang telah dilakukannya.
- Sebelum menunaikan haji mereka mereka menyelesaikan hutangnya.
- Sebelum menunaikan haji, mereka menyeddiakan nafkah bagi orang-orang yang di bawah tanggungannya .
- Sebelum menunaikan haji, mereka mengembalikan barang-barrang kepadda yang berhak atau barang-barang yang diamanahkan kepadanya.
- Semasa mengerjakan amalan haji segalla fikiran daan hatinya tertumpu kepada menunaikan ibadah semata-mata, tabah dan sabar menempuh segala cobaan, baik hati dan pemurah dengan tidak bakhil atau membazir.
- Seluruh tata cara hidupnya, sikap, pandangan hidup dan system penilaiannya juga turut berubah.
- Dia tekun dan tetap mengerjakan ibadah yang fardhu disamping mencoba untuk mengerjakan yang sunah.
Akhlaknya dihiasi dengan akhlak mulia islam, pergaulannya berdasarkan lunas islam dan mata pencahariannya disesuaikan dengan syariat islam.
- Perubahan pada pandangan hidup, sikap dan perangai mereka baik telah mempengaruhi masyarakat.



Tidak ada komentar: